Bersekolah di Tyu Gakko Padang

Saya ajak anda sebentar melihat sketsa / illustrasi yang terdapat disamping tulisan ini.

Saya percaya bahwa bermacam-macam tanggapan dan kesimpulan dari pada pembaca yang dapat diungkapkan. Lahirnya sketsa ini adalah merupakan ungkapan nostalgia penulis akan semasa bersekolah di zaman pemerintahan/pendudukan militer Jepang di Indonesia, tiga setengah tahun sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

Penulis berkesempatan melalui masa penjajahan Jepang di Indonesia dengan bersekolah di Tyu Gakko Padang. Tyu Gakko adalah sekolah menengah pertama untuk pria sedang untuk wanita sekolah menengah pertama itu bernama Zyo Gakko.

Di Sumatera Barat dulu ada dua Tyu Gakko, satu di Padang yang diresmikan oleh pemerintah Jepang pendiriannya dalam tahun 1943 dan di Bukittinggi dalam tahun 1944. Gedung Tyu Gakko di Padang adalah gedung SMP Negeri no.1 di jalan Sudirman Padang (dulu bernama jalan Belantung). Tentu ada bertanya apa khasnya Tyu Gakko itu untuk diceritakan.
Baiklah saya akan mengajak anda kembali melihat sketsa/illustrasi diatas.

Sepintas lalu barangkali sebagian besar anda akan mengatakan bahwa illustrasi ini menggambarkan seorang prajurit sedang mengawal dimuka asrama atau markas tentara Jepang. Bahwa yang gambar ini memperlihatkan orang mengawal dimuka gerbang, itu adalah benar. Tapi yang mengawal itu bukanlah perajurit atau calon perajurit, tapi adalah gambaran seorang anak murid Tyu Gakko mengawal di gerbang sekolahnya di jalan Belatung. Pekerjaan mengawal itu dilakukan oleh para murid murid secara bergiliran selaku piket. Pengawalan dilaksanakan setengah jam sebelum sekolah dimulai pada waktu istirahat dan setengah jam sampai murid murid habis pulang dari sekolah. Senjata pengawal itu adalah bambu beruncing, dan seragam yang dipakai adalah seragam khusus Tyu Gakko Padang.

Jadi sekolah Tyu Gakko itu sebenarnya sekolah apa, kok pakai pengawal dan memakai seragam seperti perajurit. Tyu Gakko itu adalah SMP di zaman pendudukan militer Jepang di Indonesia. Pelajaran yang diberikan disana seperti SMP sekarang juga, ada matematik (Aljabar dan Ilmu Ukur), Ilmu Alam (Fisika dan Biologi), Ilmu Pengetahuan Sosial (Sejarah Indonesia, Sejarah Jepang, Tata Buku), Bahasa (Indonesia dan Jepang) serta kesenian (Menyanyi dan Menggambar). Disamping itu ada pula kegiatan pengajaran yang tidak terdapat pada SMP dewasa ini, ialah: Pertanian, Pertukangan dan Latihan Militer (termasuk olah raga). Secara menyeluruh dalam rangka pelaksanaan pembangunan ala Jepang Tyu Gakko mempunyai kesatuan Kinro Hosi-tai (pasukan gotong royong) dan dalam rangka ikut melaksanakan pertahanan Tyu-Gakko mempunyai pula pasukan Bogo-dan (penjaga bahaya udara). Semua pelajar dan guru boleh dikatakan langsung menjadi anggota Kinro Hosi-tai sedangkan untuk menjadi anggota Bogo-dan dipilih diantara pelajar-pelajar yang dianggap trampil.

Kegiatan rutin di sekolah ini, selain dari pada mengikuti pelajaran-pelajaran di kelas, setiap pagi secara bersama baik guru-guru maupun murid murid melakukan razio taiso (senam melalui siaran radio). Ada masanya sekali-sekali kegiatan razio taiso ini dilakukan di halaman Hoso-kyoku (kantor radio Jepang) Padang, dahulu pada masa itu adalah berlokasi pada Markas Kodam III/17 Agustus yang sekarang.

Dalam rangka Kinro hosi-tai macam-macam yang telah dikerjakan oleh anak-anak Tyu Gakko Padang. Bersama-sama dengan kesatuan-kesatuan gotong royong masyarakat lainnya pada masa itu, yang pernah dikerjakan ialah:

  • Mengumpulkan dan mengangkut batu dari Lubuk Minturun atau Lubuk Begalung dbawa ke pantai kota Padang atau ke tempat dimana dibangun benteng benteng pertahanan Jepang di sekitar Padang. Kalau dewasa ini anda menemukan tanggul di sepanjang tepi laut kota Padang, fungsinya adalah untuk menjinakkan amukan ombak terhadap tepian pantai, maka di masa pendudukan militer Jepang tanggul-tanggul di tepi laut dibangun sebagai benteng pertahanan. Batu-batu yang terkumpul juga dipergunakan untuk membuat jembatan jembatan darurat. Yang pernah dikerjakan oleh murid murid Tyu Gakko adalah membuat jembatan darurat di Lubuk Minturun dan Lubuk Begalung.
  • Mendatarkan tanah dan menanam rumput dalam rangka membangun lapangan udara militer. Pembangunan lapangan udara Tabing dan juga persiapan lapangan udara darurat di Sintuk (Lubuk Alung) sedikit banyaknya anak-anak Tyu Gakko pernah serta terlibat menangani lapangan lapangan udara tersebut.
  • Menggiatkan pertanian untuk memperoleh produks tambahan disamping produksi bahan pangan pokok. Yang dikerjakan pada waktu itu ialah penanaman ketela pohon (singkong), ubi rambat dan kacang tanah. Selain dari pada itu ditanam pula bukan bahan pangan, ialah “jarak”. Konon kabarnya minyak jarak dapat dijadikan minyak pelumas. Daerah pertanian anak Tyu Gakko Padang dulu itu adalah: Padang Pasir (sekarang sudah jadi kompleks perumahan di sekitar mesjid Zahara) dan halaman rumah Syu Chokan (Residen) Jepang (sekarang kompleks perumahan Pemerintah Daerah di Jati, belakang Gubernuran). Hasil pertanian pelajar-pelajar itu, bukan untuk pelajar masing-masing, tetapi semua hasilnya disumbangkan untuk pasukan-pasukan tentara Jepang.

Yang pernah pula dikerjakan oleh anak-anak Tyu Gakko di masa pendudukan itu penanaman pohon kalimuntung, ketaping dan kedondong jantan sepanjang pantai dari Teluk Bayur sampai ke Lampu (mercu suar) ke Bungus. Tanaman yang disebut terakhir ini tidak diharapkan akan menghasilkan buah, tapi kerindangan hidupnya diharapkan dapat dijadikan kamuflase dalam rangka pertahanan Jepang di kala itu.

Masih dalam rangka gotong-royong terbatas yang pernah dilakukan, ialah sekali-sekali beberapa tenaga pilihan diantara pelajar dibawa bekerja membersihkan senjata/ peralatan militer di dalam kamp tentara yang berserakan dalam kota Padang, seperti di Markas Batalyon dekat rumah sakit tentara (di Ganting), di jalan Teduh (sekarang jalan Abdul Muis) dll.

Latihan militer (baris-berbaris), perang-perangan, main kendo, main sumo dll merupakan kegiatan khas yang tidak ada terdapat pada SMP dewasa ini. Waktu latihan baju dibuka, hanya pakai celana dan topi saja latihan berjalan di bawah pimpinan anggota tentara Jepang. Menjelang akan kekalahan Jepang dan sudah ada perwira-perwira Indonesia hasil latihan Jepang, latihan militer di Tyu Gakko dilaksanakan oleh orang orang Indonesia. Yang pernah melatih itu ialah Gyu Tyu-I (Letnan I) Syarif Usman dan Gyu Tyu-I Dahlan Jambek, yang kemudian dikenal sebagai kolonel-kolonel masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

Sebahagian besar pelajar-pelajar tidak bersepatu, alas kaki yang paling mudah diperoleh masa itu adalah “tangkelek” (bakiak). Gaya tangkelek pada masa itu adalah yang mempunyai tebal sampai 5 cm. Tetapi tidak seindah kelom geulis yang terdapat sekarang Kalaupun ada beberapa orang anak Tyu Gakko yang bersepatu, biasanya adalah memang mereka yang berstatus ekonomi baik di zaman itu. Rambut tidak boleh panjang, semuanya berkepala botak. Baju seragam, kainnya produksi Jepang yang terkenal dengan nama fabrik Nicimen, kualitas kira-kira sama dengan kain belacu. Ada tida angkatan yang diterima pada Tyo Gakko Padang selama pendudukan militer Jepang, tiap tahun berbeda warna kain seragam. Mungkin karena tidak dapat menghasilkan kualitas dan warna yang sama setiap tahun oleh fabrik Nicimen maka terpaksa baju seragam dari tahun ke tahun berganti rupa. Angkatan pertama berbaju berwarna lurik, angkatan kedua berbaju putih celana hijau dan angkatan ketiga berseragam putih putih. Warna topi padaumumnya berwarna hijau ke kuning-kuningan, sedangkan angkatan ke tiga bertopi putih. Pada topi terdapat lambang Tyu Gakko, dan pada dada kiri tercantum nama dan kelas dari si murid bertu-lisan Jepang. Pada masa itu pakaian seperti ala tentara Jepang tersebut di-senangi juga oleh pelajar, karena banyak juga dapat menolong mereka mendapat fasilitas dari masyarakat. Misalnya kalau bepergian keluar kota sering truck-truck militer Jepang dengan segala senang hati memberikan tumpangan prodeo, atau kalau membeli karcis kereta api maupun bus (perusahaan Jepang dengan merk Tomizima) mendapat prioritas.

Kepala Tyu Gakko dan wakilnya adalah orang-orang Jepang, sedangkan guru-guru lainnya ada Jepang dan orang Indonesia. Mata-mata pelajaran sejarah Jepang dan Nippon seisin (semangat Jepang) diberikan oleh orang Jepang sendiri, sedangkan Kyoren (latihan militer) campuran tenaga militer Jepang dan Indonesia (ada yang Hei-ho ada yang Gyu Gun). Kami berasa beruntung mendapat guru menyanyi seorang nona Jepang yang sayang namanya saya sudah lupa. Saya katakan beruntung karena nona itu selain mengajar kami secara resmi di sekolah, beliau juga mau mengajar dan melatih kami berbahasa Jepang di rumahnya waktu sore. Yang menyenangkan pula pada kesempatan belajar sore tersebut, adalah kami disuguhi minum dan kue-kue Jepang yang manis-manis sekali rasanya.

Pandai berbahasa Jepang di masa itu, selain hanya menguntungkan dari segi pe-ngetahuan dan ketrampilan berbahasa asing, tapi juga diantara pelajar-pelajar Tyu Gakko Padang diberi tugas mengajar anggota anggota pasukan militer ataupun orang orang Jepang Sipil yang dimiliterisir bekerja pada kai-sya (maskapai) Jepang. Seingat saya memang tidak banyak anak Tyu Gakko Padang yang mendapat kesempatan menjadi guru Bahasa Indonesia untuk orang-orang Jepang itu, tapi yang saya tidak lupa diantaranya ialah Mahyuddin Al-gamar (sekarang: Kolonel, ex Sekwilda Sumbar) dan Adel Yahya (sekarang drs, Kepala Kantor Inspeksi Ditjen Bea & Cukai di Padang).

Sesudah 36 tahun berubahnya Tyu Gakko Padang menjadi SMP pertama di Padang di tahun 1945 (gedungnya adalah SMP Negeri No.1 Padang, jalan Sudirman sekarang), barangkali para alumninya akan dapat bercerita pengalamannya masing-masing selama bersekolah di masa penjajahan militer Jepang itu, bernostalgia untuk membangkitkan semangat dan harga diri, untuk pendidikan mengobarkan hal-hal yang baik dan positif yang perlu disampaikan kepada generasi muda. Untuk mengetahui cerita-cerita Tyu Gakko Padang dengan versi lain anda akan dapat memperolehnya juga dari beberapa orang yang namanya saya ingat dan ketahui dewasa ini: Kol. (Purn) Drs. Zagloel St. Kabasaran, Kol. Burhanuddin Putih (Bupati Lima Puluh Kota), Jend. Pol. Dr. Awaluddin Jamin (Kapolri), Letjen Hasnan Habib (Dubes RI di Bangkok), Ir. Marconi Ismael (anggota DPR RI), H. Azhar Hasan (pemilik hotel Aldilla Padang), Prof. Arma Abdullah, M.Sc (guru besar IKIP Yogyakarta) dan lain-lainnya yang telah berserakan di dalam dan luar negeri.

Pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa (guru-guru) Tyu Gakko Padang yang selalu diingat muridnya tentu adalah: Engku Marah Kamin, engku Mahmud, engku Bachtiar Syarif (sekarang dosen ITB), engku Djohar, engku Noerdin, engku Madjid, engku Irdam Idris, engku Syamsu Anwar, engku Helmi Jusuf, engku Rasyid Manan, engku Bais St. Sinaro, engku Marah Kaharuddin. Pelatih pelatih militer orang Indonesia Syarif Usman Tyu-I, Dahlan Djambek Tyu-I dan Usman Gun-cho (sersan). Nama guru-guru Jepang yang saya ingat saja diantaranya Imai, Kawabata, Honda, Nakamaya, Ishii. Tuan Honda bertugas sejak tahun 1943 sampa tahun 1945 tetap sebagai wakil Kepala Sekolah dan terkenal pemarah dan pemberungut, sekali-sekali juga suka menempeleng murid-murid yang dianggapnya nakal. Biarpun bagaimana semua nama tersebut akan selalu hidup dalam sanubari murid-muridnya.

Adrin Kahar (Haluan, Selasa, 15 September 1981)

2 comments

Leave a comment